Makassar (ANTARA) - Pakar Pemerintahan dari Universitas Hasanuddin Andi Lukman Irwan mengungkapkan ujian terberat Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah netralitas di saat pelaksanaan Pemilu maupun Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024.

"Posisi ASN dalam setiap Pemilihan sangat strategis karena ada relasi kepentingan, apalagi kandidatnya incumben atau keluarganya maju Pilkada," ujar Lukman saat diskusi politik diselenggarakan Lembaga Publish Research Institute (PRI) di Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa.

Menurut dia, biasanya cara-cara kandidat tertentu dari incumbent maupun keluarganya memanfaatkan ASN sebagai mesin elektoral guna mendongkrak popularitas, mengingat peran ASN masih menjadi patron di mata masyarakat.

Selain itu, berkaca pada Pemilu maupun Pilkada serentak lalu sangat jarang ASN dikenakan sanksi berat seperti pemecatan, meskipun sudah ada beberapa perkara pelanggaran prinsip netralitas ASN.

"Sangat jarang sanksi berat dijatuhkan kepada ASN, meski terbukti berpihak. Sebab, rekomendasi dikeluarkan Sentra Gakkumdu kepada Komisi ASN, lalu dikirim kembali ke pejabat kepegawaian dan sampai ke kepala daerahnya, karena gerbong, itu hanya disimpan di laci," ungkap dia.

Oleh karena itu netralitas ASN kembali diuji pada Pilkada serentak pada 27 November 2024, karena sejumlah peraturan yang ada mesti dipatuhi, tetapi di sisi lain menjadi dilema karena ada dugaan tekanan dari atas.

Kendati demikian, pihaknya mendukung hadirnya terobosan baru yang dibuat pembuat Undang-undang dalam hal ini DPR RI terkait dengan netralitas. Sebab, sangat jarang pejabat, atau kepala daerah menjalankan rekomendasi pelanggaran netralitas ASN.

"Sudah ada beberapa kabupaten terkait kasus netralitas ASN. Kita berharap terobosan KemenPAN-RB dan Kemendagri, KASN dilebur dan tidak berbadan sendiri. Usulan, sebaiknya posisi ASN bisa sama dengan TNI Polri tidak memilih agar netralitasnya terjaga," papar dia menekankan.

Sementara itu Konsultan Politik Nurmal Idrus dalam diskusi itu bertajuk 'Netralitas ASN Harga Mati, Melanggar Saksi Berat Menanti' mengemukakan, dari berbagai pengalaman netralitas ASN akan sulit kendalikan. Selain itu strukturnya paling lengkap menguasai sampai tingkat bawah pemilih.

Praktik keberpihakan RT RW termasuk kepala desa, kata dia, juga masih dapat dikendalikan birokrasi yang berkuasa. Karena ada janji kenaikan dana insentif oleh kandidat tertentu apalagi incumben ataupun keluarganya yang maju bertarung.

"Contohnya ada Bansos di Dinas Sosial, begitu pula di bidang Kesehatan dan Pendidikan, tentu itu bisa dikendalikan. Begitu juga kepala desa dana desa dijanjikan termasuk operasionalnya, karena kerja-kerjanya struktural, ini berbahaya dan sangat rawan keberpihakan itu," ungkap dia.

Dalam diskusi itu, Ketua Bawaslu Makassar Dede Arwinsyah menyatakan, saat ini pihaknya belum bisa menindaki dugaan pelanggaran netralitas ASN karena belum masuk tahapan penetapan dan kampanye. Tapi setelah penetapan, maka wajib ditindak dengan merujuk Undang-undang nomor 10 tahun 2016.

"Langkah pencegahan kita dilakukan dengan mengeluarkan surat imbauan ke semua instansi dan lembaga negeri. Sebab, kita tidak bisa menindak. Kalaupun ada dugaan pelanggaran ASN, Bawaslu hanya menelusuri. Hasilnya, di kirim ke KASN. Kalau masuk penetapan kita tindak dengan dasar Undang-undang," katanya menegaskan.

Pewarta: M Darwin Fatir
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2024